Jika tak dilakukan upaya apapun, manusia bisa terancam.
Ancaman serangan astroid memang sangat serius. Untuk itu peneliti berpikir cara yang digunakan juga harus setara. Menggunakan kekuatan yang sangat besar.
Bagaimana caranya? Seperti dilansir Space.com, Sabtu 15 Februari 2014, peneliti mengusulkan penggunaan bom nuklir. Bom dengan daya ledak luar biasa itu digunakan untuk menghancurkan bayu antariksa sebelum masuk ke atmosfer bumi."Kami memiliki solusi menggunakan konsep dasar kami yang dapat mengurangi ancaman asteroid, dengan berbagai peringatan," ujar Bong Wie, peneliti Iowa State University dalam temu Konsep Kemajuan Inovasi NASA (NIAC) di Stanford University.
Dalam presentasinya, Wie menyoroti ancaman asteroid jelas begitu nyata. Ia menggambarkan dashyatnya serangan asteroid tergambar setahun lalu, saat asteroid membelah langit Chelyabinsk, Rusia. Menghasilkan ledakan, menggetarkan bangunan sekitar, memecahkan kaca serta melukai beberapa warga.
"Beberapa tahun lalu, saya harus mencontohkan dahsyatnya asteroid dengan contoh dinosaurus. Kita jelas tahu dari peristiwa setahun lalu itu," kata dia.
Wie mengatakan, idealnya, batu antariksa berbahaya akan terdeteksi satu dekade sebelum masuk ke lintasan Bumi. Dengan begitu, manusia dapat menyiapkan waktu untuk mengusir asteroid sebelum masuk ke lintasan bumi.
Namun nyatanya, sepanjang ini asteroid berbahaya muncul dalam waktu yang cepat. Meski terdeteksi radar, tapi waktunya hanya kurang dari setahun. Tentu kondisi ini membuat persiapan menangkalnya kurang maksimal.
Oleh karena itu, Wie berpikir bom nuklir adalah solusi terbaik. Wie bersama rekan-rekannya terus mengembangkan konsep pesawat antariksa yang disebut Hypervelocity Asteroid Intercept Vehicle (HAIV). Tim ini sudah membuat dua konsep pada 2011 dan 2012.
Nantinya pesawat ini akan bertemu dengan asteroid, kemudian mengirimkan penabrak kinetik dan mengirim asteroid untuk kemudian di evakuas ke jarak tertentu. Setelah itu, bom nuklir akan mengikuti dalam waktu sepermili detik untuk meledakkan batu antariksa itu.
Wie mengakui, beberapa fragmen asteroid dari ledakan itu mungkin masih akan mempengaruhi bumi. Tapi menurutnya, dampak itu bisa diminimalkan tergantung pada seberapa jauh ledakan dari bumi.
Ia menggambarkan, misalnya, asteroid sebesar 300 meter diledakkan pada lokasi yang jauh di luar medan gravitasi bumi dengan waktu peringatan 30 hari saja. Dalam simulasi komputer menunjukkan, kurang dari 0,1 persen asteroid yang dihancurkan tetap meluncur ke bumi.
"Kita akan memiliki hujan meteor akut mungkin 100 kejadian meteor Rusia," ujar Wie mengingatkan.
Jika tak melakukan upaya apapun, manusia bisa terancam dengan kekuatan ledakan yang setara 150 ribu kali kekuatan bom atom Hiroshima.
Ditambahkan, tim peneliti mengatakan konsep HAIV tidak akan berjalan sendirian. Akan ada dukungan dari Asteroid Terrestrial-impact Last Alert System (ATLAS), sebuah sistem peringatan asteroid yang dipimpin Universitas Hawaii, dengan bantuan dana US$5 juta setara Rp58,8 miliar dari NASA.
Diperkirakan, jika sistem ini dapat beroperasi pada 2015, ATLAS harus mampu memberikan satu hari peringatan untuk serangan asteroid delapan meter, satu minggu peringatan untuk asteroid berukuran 45 meter dan tiga minggu peringatan untuk asteroid 140 meter.
Untuk mewujudkan misi ini memang butuh biaya yang sangat besar. Wie mengatakan setidaknya perlu US$500 juta setara Rp5,8 Triliun.
"Bila sistem kami siap dibangun, diujicoba dan disebarkan dan diluncurkan setiap saat, maka kita telah memiliki solusi problem ini," ujar Wie. (adi)
sumber: viva.co.id